Wednesday, September 30, 2015

Gunung Gede Pangrango, The Second Summit

Kurang Aziz karena doi yang foto haha.
Saya fikir, gunung Gede Pangrango itu keren. Selesai penanjakan pertama saya ke gunung Cikuray, saya ingin sekali bisa menginjakkan kaki di puncak gunung Gede. Kayaknya sih gagah aja gitu..

Meski yang paling gagah sesungguhnya adalah nanjak ke Ciremai, gara-gara baca salah satu entri blog kalau Ciremai itu tempat pesugihan lah, banyak Mr. Poci dan Nona Kun lah, ogut kan jadi keder sendiri sampai diajak paksa aja (yang biasanya dedek lemah mental bang kalo udah dipaksa-paksa) selalu ogah-ogahan kalo diajak.


Tim penanjakan kali ini Mapan lagi. Saya, Muti, Diaz, Aziz, Yoga, Tresna, Lukman dan Shendy minus Rey nyarter mobil buat ke Bogor. Gaya banget gak sih nyarter mobil segala, biasanya ogut cuma naik kol buntung.

Awalnya niat gak niat buat penanjakan hari itu karena badan yang emang meriang (merindukan kasih sayang), demam tinggi sehari sebelumnya plus hujan di hari H yang mana buat saya males banget kalau nantang alam pas cuaca ekstrim.

Tapi akhirnya kami berangkat malam hari sekitar pukul 8 malam setelah hujan berhenti dan sampai di basecamp Cibodas yang terletak di Cianjur, Jawa Barat sekitar jam 11 malam. Begitu sampai, sempat kaget karena kok ya

1. ini basecamp kok rame gini sih banyak warung-warung
2. kenapa banyak mobil? Ada yang hajatan?
3. yang nomor dua gagal fokus
4. dari sekian banyak pendaki, adakah salah satunya jodoh aqu?

Setelah memutuskan untuk mengisi perut di salah satu warung yang masih buka larut malam, satu persatu dari kami beranjak tidur di mobil saat menginjak dini hari. Sebetulnya udah ditawarin untuk sekadar meluruskan badan di warung, tapi melihat banyaknya pendaki lain yang juga mampir ke warung tersebut, akhirnya kami semua pamit mengundurkan diri.


Pagi hari cuaca cerah berawan, ahh indah banget! Kesegaran banget lah guys pokoknya! Saya selalu bahagia tiap liat langit berwarna biru keemasan disinari mentari yang sinarnya dibiaskan oleh jajaran pohon nun jauh disana. Awan-awan yang bergumpal seolah melepaskan semua penat pikiran (hutang, gak direstuin pacar, tugas kampus, biaya resepsi eh.) dan mengiringi liburan kami kali ini yang akan menyenangkan!

Kami re-packing pembagian logistik yang harus dibawa masing-masing personal sampai pukul 7 pagi, dan masjid yang dicari-cari dari subuh ternyata ada di seberang parkiran -_-

Berencana trekking dari pagi hari, ternyata penyelesaian administrasi dan daftar ulang di kantor Gede Pangrango selesai pukul 11 pagi. Proses administrasi nya sih gak lama, melainkan jam buka operasional kantornya itu yang bikin kita kering nungguin sampai jadi ikan asin.

Sendiri aja sih yaudah gpp :')
Kata siapa anak gunung gak bisa jadi boyband.

2 member MAPAN yang udah nikah, uka kapan

Foto candid sebelah kanan yang mana bahagia banget cuaca cerah, berasa pergantian musim semi setelah musim dingin di Jepang gitu sambil dipakein jaket (ngayal bhaha). Firasat kalau kali ini, penanjakan kita bakal mestakung amin.

Pokoknya that was a fun hike sampai satu jam berikutnya turun hujan.
Deras.
Banget.

Sampai akhirnya saya ada di barisan paling belakang karena IH BRO ASLILAH AING GAK KUAT DINGIN INI HUJAN KAPAN BERHENTI dan akhirnya Shendy mau-maunya jadi lah my savior, sukarela nungguin saya yang entah efek sakit atau mountain sikness gak tau shock sama cuaca jadi lelet banget (Di Cikuray kutak selelet iniiiiii T_T ). Alih-alih lanjut terus jalan, malah minta berhenti buat ngajak foto di jembatan ikonik Gede Pangrango yang hits-nya lagi -_-

Shendy yang niat lepas raincoat dan saya yang setelah diliat-liat cebol amat mirip The Hobbit -_-

Jadi jembatan ikonik nya Gede Pangrango ini merupakan sebuah jalur yang terbuat dari beton sedemikian rupa yang berguna bagi para wisatawan dan pendaki untuk menyusuri Rawa Denok 1 dan 2.
Niat kami yang ingin mampir melihat Telaga Biru sebelumnya pupus sudah dimakan cuaca ekstrim :(

Hujan masih mengguyur dengan deras dan kami terus berjalan. Sumber air habis tapi betapa kasihnya alam; dari samping kiri dan kanan jalur-jalur trek licin yang diguyur air hujan itu mengalirlah sumber air dingin yang begitu jernih dan segar.

Ditampung lah air-air itu ke dalam botol-botol kosong kami, bahkan Diaz mengisi ke dalam jerigen kecilnya untuk keperluan memasak nanti.

Kami melanjutkan perjalanan sampai di pos yang bentuk bangunannya serupa dengan pos persimpangan tadi, bangunan terbuka yang memang dipersiapkan untuk pendaki yang ingin berteduh – meski ukurannya jauh lebih kecil, banyak orang, dan gak tau kenapa ada mang cuanki -_- (hero banget gak sih mang cuanki ini bawa-bawa panggulan bisa sampe sini sedang aing ripuh bawa daypack juga dikasih hujan mah -___-)

Rombongan kami terpisah. Di pos ini saya dan Lukman tanpa sengaja tertidur karena kelelahan dan kedinginan sedangkan Shendy menghabiskan waktu dengan merokok sambil menatap Mang Cuanki. Antara ingin beli tapi gak legowo gitu kayaknya kalo belum sampe tempat nge camp. Muti, Aziz dan Diaz pergi duluan. Sisanya gak tau dimana -___-

Mungkin sekitar 30 – 45 menit, Shendy membangunkan kami untuk melanjutkan trekking.
“Yuk.. Sebentar lagi kandang badak. Kita ngecamp disana.” Shendy membujuk.
Perlu diketahui guys, kata “sebentar lagi” yang diucapkan di ketinggian beribu meter di gunung itu lebih menyakitkan daripada “kamu terlalu baik buat aku” atau “kayaknya kita udah gak sejalan” yang diucapkan gebetan. 

Tolong simpan tips ini dengan baik karena ini merupakan one of those kinds cara untuk bisa bertahan hidup dari pernyataan harkos para pendaki:(
Jam menujukkan pukul lima sore, kami masih terus berjalan dan hujan tetap tidak berhenti. Gerimis akhirnya mengantarkan kami ke pos Air Panas di ketinggian 2.100 mdpl.

Dari kejauhan hawa dan uap hangat sudah menyentuh muka-muka kami yang kebas karena dinginnya air hujan. Aliran air hangat juga terasa membasahi sepatu kami.

Diguyur hujan berjam-jam dan kemudian melewati puncak air terjun Cipanas bukan hanya menghangatkan badan tetapi juga menghangatkan hati. Apa ini surga?

Tapi, dibalik kehangatan pos Air Panas perlu sangat berhati-hati sekali karena di pos ini kita harus menyusuri arus air panas yang deras dan hanya seutas tali sebagai safety sedangkan jurang menganga di bawahnya.

Kami tidak bisa menghabiskan waktu berlama-lama disini, waktu yang semakin sore dan banyaknya pendaki yang juga sama-sama melewati pos ini membuat sebuah formasi bottle neck dimana kita harus antri karena banyaknya arus balik pendaki dari seberang.

Kami tiba di Kandang Batu petang hari. Sudah banyak pendaki yang mendirikan tenda disana dan setelah bertanya pada para pendaki yang turun, kondisi Kandang Badak justru lebih penuh dibandingkan di Kandang Batu.


Rencana awal mendirikan tenda di Kandang Badak, gagal. Selain karena lahan mendirikan tenda kemungkinan tidak mumpuni, ditambah hari yang beranjak semakin malam dan cuaca yang tidak membaik, akhirnya kami mendirikan tenda di sepetak lahan yang tergenang air hujan sembari kedinginan.

(ini dapet lahan sepetak aja udah bersyukur banget daripada jauh-jauh ke kandang badak ternyata penuh dan gak dapet lahan buat tenda -__-)

Tenda didirikan dan satu persatu dari kami masuk. Saya membuka daypack yang sedari tadi ditutupin rain cover karena hujan DAN WOW BASAH SEMUA ISINYA.
Bingung.
Muti yang dari awal penanjakan bilang bahwa dia bawa banyak daleman tapi ternyata bernasib sama; basah semua – nanti saya minjem ke siapa dong. Eh.

Senja beranjak malam, sleeping bag basah kuyup. Jaket saya yang katanya rainproof sama basahnya, baju ganti basah, semua basah kecuali hati ini yang tetap kering tanpamu oh kasihku sampai Muti berbaik hati meminjamkan kaosnya (yang sampai sekarang belum dibalikin tuh kaos -_-)

Saya meringkuk kedinginan hingga Yoga berbaik hati memberikan sleeping bag. Yang ternyata punya Muti. Dan semalaman itulah Muti menahan dingin tanpa sleeping bag demi saya. So sweet banget gak sih Muti ಥ_ಥ

Malam itu, saya benar-benar berhutang banyak sama Muti. Mungkin aja saya hypo, pulang tinggal nama. Tapi ada cewek yang waktu itu saya bahkan gak tau dimana rumahnya tapi mau mengorbankan kehangatan sleeping bag demi aku yang nyusahin (ʃ˘̩_˘̩ƪ)
Muti, semoga kamu selalu ditangtayungan ku Gusti..

Esok paginya kami packing kembali, melanjutkan perjalanan. Cuaca cerah, hujan berhenti. Tujuan adalah puncak Gede dan Pangrango.

Seperti biasa, saya di barisan paling belakang dan Shendy sebagai keeper (emang main bola) maksudnya sweeper tapi bukan di serial Dora ya. Lukman berjalan melambat dan ternyata dia demam karena cuaca ekstrim penanjakan kemarin. Kami menawari dia minum obat dan rehat sejenak. Setelah berapa lama, tibalah di kandang Badak. Tapi gak ada badak dimana-mana justru dipenuhi tenda pendaki yang banyak banget dan bau ranjau darat -_- (asli deh)


Setelah kandang badak, saya dan Lukman dengan Shendy bertemu dengan tanjakan setannya Gede Pangrango yang katanya ekstrim banget. Disana ada Aziz, Muti, Diaz dan Yoga yang menunggu antrian. Iya, antrian. Udah kayak mau naik menara mesjid agung lah antriannya.

“Tresna mana?” saya bertanya.
“Naik duluan..” jawab yang lain.

Kemudian Lukman berbalik arah dan pergi dari tanjakan setan.

“Ehhh kemana dia???” kami semua panik.

Ternyata dia pilih jalur alternatif -_-

Tanjakan setan sebetulnya cuma tanjakan setinggi kurang lebih 10 meter, menurut saya tanpa tali pengaman sih aman-aman saja kalau gak hujan. Cuma ya kalau hujan itu sangat berpotensi untuk bisa terjatuh kalau gak hati-hati karena licin. Lagipula kalau hujan pas di tanjakan setan, lebih baik pilih jalur alternatif agar aman.

Jembatan sebelumnya saya memang salah prediksi, tapi saya yakin bahwa tanjakan setan ini merupakan salah satu pertanda dari Tuhan bahwa kita sebentar lagi banget sampai puncak.

Sebelumnya juga saya sempat browsing di internet tentang jalur pendakian gunung Gede dan iyaaa setelah tanjakan setan itu puncak daaaaan ini sumpah ngarep banget sampai saya nemu trek nanjak lagi yang gak habis sampai saya nyerah banget disitu dan pengen duduk aja, nanjaknya entaran lagi.

Shendy udah ngajak dengan paksa dan saya bertahan di atas batu buat semedi. Enggak deng, males aja lah dedek pengen digendong.

“Duluan aja Shen, nanti aku nyusul di belakang deh beneran ini mah.” Ujar saya berusaha negosiasi.

“Enggak sok ditungguin! Tuh itu diatas puncak – itu liat terang kan – tuh udah gak ada pepohonan lagi, itu puncak...” Shendi berusaha membujuk. Pret.

Akhirnya saya maksa jalan lagi, sambil ogah-ogahan, itu juga minta ditarik kalo enggak mau semedi aja lagi di atas batu.

Dan kali ini omongan Shendy bener. Beberapa langkah memang udah gak ada pepohonan rapat. Di depan kami ada sepetak lahan kosong. Puncak?

“Everything seems impossible until we go through all of them and see how far we goes.” Ujar Shendy. Mukanya berkilau terpapar sinar mentari pagi membawa inspirasi dan saya terbiaskan cahayanya. Xilau men.

Well, itu bukan puncak, itu pos bayangan mungkin entahlah. Puncak disana masih jauh. Meski kabar baiknya tuh puncak bisa dipandang dari kejauhan dan gak harkos lagi.


Sekedar informasi, puncak gunung gede itu gak seperti puncak-puncak gunung lainnya. Melainkan seperti punuk unta, meliuk-liuk gitu deh. Keren banget! Salah satu foto yang Shendy taken ini pas lagi on the way ke puncak Gede di Tanjakan Rante. Berasa lagi jalan ke arah tembok cina melawan arus urbanisasi. #apalahapalah


Setelah melewati guyuran hujan yang tidak berhenti, lapak kepenuhan di Kandang Batu, summit attack yang kesiangan (-_-) dan Lukman yang sakit dan pilih jalur sendiri (untung gak ilang), akhirnya kami sampai di puncak Gede! 2985 mdpl!


Yang saya maknai, penanjakan ini bukan ego berburu sunrise atau siapa yang paling cepat sampai puncak, tapi kebersamaan dan kekompakan. Beberapa bisa trekking di pagi buta, tapi dengan sabarnya menunggu yang lain. Toleransi.

Karena yang terpenting itu bukan puncak, tapi kembali pulang ke rumah dengan selamat :)

(iya da gue lelet juga sih makanya ngomong gini hahahaha.)
-_-

Selesai rehat sejenak dan berfoto ria, kabut mulai menutupi jarak pandang dan akhirnya kami turun gunung ke jalur Surya Kencana.

Tau gak Surya Kencana itu apa?

Itu adalah sepercik surga dunia yang Tuhan berikan di gunung Gede.

Surya Kencana merupakan sebuah padang sabana yang sangaaaaaat luasss sejauh mata memandang, bukit-bukit hijau memagari lembah ini dengan beratapkan langit biru dan awan yang bisa kita lihat pergerakannya. Banyak sekali bunga-bunga edelweiss disini. Dan katanya, kalau malam hari kita bisa lihat jajaran rasi bintang disini.


Kami berpikir akan menyenangkan sepertinya menginap lagi disini, berbaring di atas tanah dan menatap milyaran bintang semalam lagi, bercengkrama dengan akrab semalam lagi, menyatu dengan alam semalam lagi.


Tapi sayangnya esok pagi banyak dari kami mempunyai banyak keperluan penting sehingga akhirnya memutuskan pulang dan meninggalkan Surya Kencana yang sangat spiritual.

Turun pulang melalu jalur Gunung Putri, sempat kesasar dari Surya Kencana menuju jalur turun gunung putri kalau tidak bertanya pada pendaki yang camping di dekat situ.

Setelah 8 jam perjalanan turun dari pukul enam sore dan sampai di basecamp Gunung Putri pukul 2 pagi dengan berbekal cahaya senter dan tenaga seadanya.

Kami kembali ke basecamp Cibodas pukul tiga dini hari karena disana mobil kami terparkir.

Meski mobil kami sempat menepi di pinggiran Purwakarta hingga pagi hari, saya yang kesiangan ngantor karena dimarahin dulu karena telat pulang (janjinya pulang Minggu ternyata Senin pagi lol) sama yang di rumah, Yoga yang akan mengadakan interview, Muti yang harus ngantor karena ada keperluan penting dan sisanya yang enak banget bisa cuti, ini merupakan momen indah yang kami dapatkan dengan segenap peluh yang nantinya akan selalu kami ingat tanpa ingin lelah.

Terimakasih Gunung Gede, air terjun Cipanas, Surya Kencana dan Edelweiss, kamu sangat indah. Terima kasih untuk penciptaan persahabatan ini yang begitu erat terjalin, kekeluargaan yang begitu dalam terasa, tidak perlu diucap dengan lantang tapi rasa sayang ini menjalar dengan gigih hingga nadi...

Yes, we are a strong bonds.

Selalu,
Take nothing but pictures,
Leave nothing but footprints,
Kill nothing but time.

A happy-go-lucky mountaineers, Mapan'14.

(This two days trip was held on April 4-5th 2015)

-----
NOTES

Where
Gunung Gede Pangrango
Ketinggian: Gunung Gede (2.958 mdpl), Gunung Pangrango (3.019 mdpl)
Lokasi: Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
Pengelola: Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)
Alamat: Jl. Raya Cibodas, Cipanas, Cianjur, Jawa Barat 43253, Indonesia

How To Get There
Selengkapnya bisa dilihat disini

Admission Fee
Tiket masuk IDR35,000, sisanya bisa dilihat disini

Myth
Mitosnya Gunung Gede Pangrango adalah tempat bersemayamnya Eyang Suryakencana (Anak dari penguasa Cianjur yang menikah dengan seorang jin perempuan). Eyang Suryakencana ini disebut-sebut sebagai penguasa jin daerah tersebut.

Tips
Enak trekking pas weekday. Kalo weekend penuh banget kayak manasik haji.

Usahakan nanjak pas cuaca cerah ya, kalau cuaca ekstrim jangan memaksakan karena banyak kejadian :(

3 comments:

  1. Setrong lah Nis udah sampe puncak mah, walaupun harus bersimbah hujan dan bergelimang air mata hehe. Eh iya itu tukang chuanki, kok ya si mang kepikiran gitu jualan di gunung.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ngga lagi2 nanjak ke Gede ah Ti. Banyak banget orang udah kayak manasik haji -_- cuanki di gunung mahaal, bisa dibayangin effort bawanya aja susah :))

      Delete

Write a comment