Saturday, October 3, 2015

Everest Film Review (Spoiler Alert!!)


Pernah berandai-andai nggak, "Gimana ya rasanya menginjakkan kaki di atap dunia?"

Di film Everest kali ini memvisualisasikan bagaimana sih rasanya bisa menginjakkan kaki di atap dunia, sekaligus mengupas tragedi penanjakan gunung Everest pada tahun 1996.

Tragedi ini ditulis di buku The Climb tahun 1996 karya Anatoli Boukreev dan Into Thin Air tahun 1997 karya Jon Krakauer. Sebelumnya sudah banyak film yang berkisah tentang Everest yang bersumber dari kedua buku ini, tapi Universal Pictures akhirnya mengangkat kembali cerita ini ke layar lebar 18 September kemarin.

Dan yups! Dua penulis inilah yang termasuk dalam tragedi tahun 1996 di Everest tersebut.

Plot (it's spoiler you can skip this lol.)

Maret 1996, dua agensi ekspedisi penanjakan gunung Everest tiba di Lukla, sebuah kota di zona timur laut Nepal yang menjadi tempat persinggahan pendaki sebelum melakukan pendakian ke Everest. Dua agensi ini adalah Adventure Consultants yang dipandu oleh Rob Hall (Jason Clarke) yang membawa Beck Weathers (Josh Brolin), Doug Hansen (John Hawkes) si tukang pos, Yasuko Namba (Naoko Mori) seorang wanita jepang yang telah mendaki enam summit di dunia dan bertujuan untuk mendaki Everest sebagai puncak terakhir dan Jon Krakauer (Michael Kelly) jurnalis yang  meliput ekspedisi penanjakan Everest kala itu. Scott Fischer (Jake Gyllenhaal) yang merupakan ketua pemandu dari agensi Mountain Madness dan Anatoli Boukreev (Ingvar Eggert SigurĂ°sson).

Hiruk pikuk Nepal menjadi setting pertama film ini, yang kemudian disusul dengan persiapan tim menghadapi cuaca ekstrim dengan menginap di kaki gunung Everest, melakukan pemanasan dengan pendakian ringan untuk menghafal medan penanjakan, pengecekan medis dan tanggal 10 Mei merupakan tujuan mereka mencapai puncak.

Sayangnya karena banyak pendaki yang juga mempunyai tujuan yang sama untuk bisa sampai di puncak tanggal 10 Mei, terjadi formasi bottleneck di Hillary Step. Rob, pemandu dari Adventure Consultans mencoba membujuk tim nya untuk melakukan pendakian di lain hari yang kemudian ditolak sehingga akhirnya mereka harus bergabung menjadi satu tim dengan agensi Mountain Madness agar sampai tepat waktu.

Scott Fischer is swaaaag!! - source pict
Tanggal 10 Mei, tim Rob memulai penanjakan dari Camp IV sebelum dini hari, berencana untuk mencapai puncak dan kembali pukul 2 sore, batas waktu paling akhir yang akan membawa mereka kembali ke Camp 4 sebelum malam hari.

Sayangnya, perjalanan mereka mengalami penundaan yang diakibatkan oleh jalinan tali yang terputus dan menyebabkan tim harus memasang ulang tali. Beck bermasalah dengan penglihatannya hingga akhirnya duduk kelelahan. Rob meminta Beck untuk kembali turun ke bawah jika kondisinya tidak membaik dalam setengah jam.

Meski terlambat tiba di puncak karena formasi bottleneck di Hillary Step, akhirnya Yasuko - satu-satunya klien Adventure Consultants bisa mencapai puncak dan menaruh bendera Jepang di atas sana ditemani Rob dengan kelelahan.

Badai salju menyerang puncak Everest pukul 3 sore sedangkan Doug masih mendaki puncak Everest. Rob meminta Doug untuk turun kembali dan melakukan penanjakan di kesempatan berikutnya karena situasi yang sangat berbahaya. Tapi Doug mengatakan bahwa ia tidak akan pernah punya kesempatan lagi untuk bisa sampai puncak dan akan tetap melanjutkan. Akhirnya Rob membantu Doug untuk bisa mencapai puncak.

Bottleneck di Hillary Step, badai salju yang menyerang pendaki sebelum sampai di Camp IV membuat suplai tabung oksigen masing-masing pendaki kehabisan. Antoli yang menuju ke Puncak Selatan Everest untuk mengecek tabung oksigen darurat yang seharusnya tersedia dan ternyata semuanya kosong menambah ketegangan di film ini.


Doug yang setengah sadar mengalami hipoksia dan halusinasi sehingga ia membuka sendiri tali pengaman yang terpasang hingga jatuh ke jurang yang diakibatkan kerasnya angin yang bertiup di punggungan gunung dan meninggal.

Kehilangan jejak, tiga anggota dari grup pergi mencari pertolongan dan meninggalkan Beck dan Yasuko di tengah badai salju. 

Andy "Harold" Harris (Martin Henderson), salah satu pemandu dari Adventure Consultants menghampiri Rob dengan tabung oksigen. Badai salju yang mencegah mereka untuk bisa turun membuat Andy terkena hipoksia dan halusinasi. Ia merasa sangat panas sehingga membuka semua bajunya hingga terjatuh dan meninggal.

Esoknya, Rob berbicara lewat Radio kepada Helen (Emily Watson), pemandu komunikasi Adventure Consultans di basecamp dan mengabarkan bahwa ia masih ada di puncak Hillary Step tetapi Doug dan Andy sudah tiada. Rob berkata bahwa kedua tangan dan kakinya membeku dan tabung oksigen yang diberikan Andy tertutup oleh es. Helen mencoba menghubungi Jan (Keira Knightley), istri Rob yang sedang hamil dan berharap bahwa Rob akan merespon dan mencoba untuk turun dari puncak. Tetapi sesaat setelahnya ia menghembuskan nafas terakhirnya.

Scott, ketua pemandu Mountain Madness yang sendirian di antara puncak kelelahan dan terkena HAPE, penyakit paru-paru yang menyerang pendaki ketika berada di ketinggian dan cuaca eksrim hingga akhirnya meninggal. Banyak pendaki yang sampai di Camp IV dan memberi kabar bahwa Beck dan Yasuko masih tertinggal di belakang, tapi cuaca terlalu bahaya untuk menyelamatkan mereka. Helen menghubungi Peach (Robin Wright), istri dari Beck dan mengabarkan situasi yang dialami suaminya.

Tetapi Beck secara ajaib tersadar dan menemukan Yasuko telah meninggal hingga ia kembali ke Camp IV seorang diri yang membuat haru sekaligus heran semua orang disana. Terkena frostbitten dan sangat memerlukan pertolongan medis, Peach menelpon kedutaan Amerika untuk mengirimkan helikopter kesana dengan segera. Misi tersebut sangat berbahaya dikarenakan karena udara yang sangat sedikit dan tekanan udara yang rendah. Tapi berkat sang pilot lah misi tersebut berhasil dan membuatnya sebagai penyelamatan medis tertinggi yang dilakukan helikopter.

Source pict
Kembali ke rumah, Helen dan beberapa orang lainnya bertemu dengan Jan yang kemudian melahirkan seorang anak perempuan dan diberi nama Sarah. Beck kembali ke rumah dengan kedua tangannya yang diperban.

Di epilog film tertulis bahwa Beck kehilangan kedua tangan dan hidungnya yang diakibatkan frostbite dan jasad Rob yang tetap ada di Everest.

Tof of Everest - Source pict
--
Selesai menonton film ini saya malah sibuk berpikir: Apa sih yang salah dari penanjakan ini sehingga memakan banyak korban?

1. Ego
Setiap manusia jelas mempunyai ego masing-masing. Di film Everest ini menunjukkan ego dari Doug Hansen yang harus sampai ke puncak agar bisa memotivasi anak-anak sekolah di daerahnya, Scott Fischer yang gengsi dan terus memaksakan sampai ke puncak dan Yasuko dengan keinginannya menaklukkan ketujuh summit dunia dan mencari ketenangan di gunung.

Tapi mungkin yang paling fatal adalah ego Doug Hansen untuk bisa terus mencapai puncak padahal cuaca sudah sangat tidak memungkinkan. Rob berusaha membawa Doug kembali ke bawah tapi akhirnya ikut membantu Doug mencapai puncak hingga akhirnya tragedi terjadi.

2. Manajemen waktu, operasional dan resiko
Rencana awal pendakian adalah kembali ke Camp IV pukul 2 sore setelah summit attack, tapi yang terjadi Rob sebagai pemimpin rombongan malah membantu Doug menyelesaikan summitnya hingga pukul 4 sore, rombongan terpecah belah hingga kemudian datanglah badai salju. Film Everest menunjukkan bahwa betapa pentingnya manajemen waktu yang harus dikelola oleh pemimpin rombongan. 

Dalam film ini pun saya berpikir bahwa - meskipun kamu punya gear-gear mahal semacam The North Face, tidak menjadi jaminan bahwa kita akan selamat dari ganasnya alam. Terlewatnya pembuatan jalinan tali melewati Hillary Step oleh Sherpa Longsap dan Sherpa Ang Dorje yang silap menyimpan cadangan oksigen di Puncak Selatan merupakan salah satu bukti kegagalan manajemen operasional. 

Dan manajemen resiko inilah yang harus dipegang dengan baik oleh ketua rombongan. Rob sebagai ketua pemandu harus bisa berpikir ke depan tentang apa yang perlu dilakukan jika terjadi sesuatu hal yang diluar rencana, langkah apa yang harus diambil untuk meminimalisir resiko cuaca buruk seperti badai salju yang sudah diramalkan sebelum summit attack.

Bukankah tragedi bermula dari ego Doug Hansen yang harus bisa sampai puncak padahal ketika itu waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore? Rob yang awalnya memaksa turun akhirnya ikut larut dan membantu Doug mencapai puncak -- meninggalkan anggota lainnya yang turun kesusahan menuju Camp IV.

3. Komunikasi
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa berkomunikasi. Kalau Rob bisa me-lobby Doug agar stick to the plan dan menggiring rombongan menuju Camp IV, akan lebih banyak klien yang bisa terselamatkan.

Ok~
Saya bukan mountain expert, since these all conclusions were based on my own opinion and feeling also my research through internet. Rasanya saya gak plong gitu kalau nggak mengupas apa yang gatel di pikiran saya tentang film Everest ini dimana film ini berhasil buat saya takjub.

Kenapa?

Karena film ini mengupas tragedi Everest dengan sangat objektif. Dalam buku Into Thin Air dan The Climb, masing-masing penulis mempunyai persepsi sendiri tentang tragedi yang terjadi dan di film Everest inilah kedua persepsi tersebut digabungkan.

Short scene yang paling ciamik ketika Rob memungut sampah-sampah yang tercecer di jalur pendakian Everest. Ini merupakan tamparan besar buat kita yang katanya sih, pecinta alam- katanya sih, pendaki gunung yang baik- tapi kok buang sampah sembarangan.

Jangankan jauh-jauh ke Everest, penanjakan saya kemarin ke Gunung Gede sempat mampir di Surya Kencana dan banyak sekali sampah disana! Kata teman saya, Rinjani aja udah banyak sampah. Semeru udah penuh sama dedek gemes buangin sampah. Gunung tempat sampah?

Oh iya, kalau kamu penggemar berat film 5cm yang mana di film tersebut menampilkan segi pesona Mahameru dan buat banyak dedek-dedek gemes pengen berbondong-bondong nanjak kesana, mungkin harus mikir dua kali buat nanjak Everest karena seperti yang film ini sebutkan, "kita bisa menaklukkan puncak gunung tetapi kita tidak bisa menaklukkan gunung itu sendiri."

Kalau kamu juga punya thoughts tentang film ini, yuk share di kolom komen. Saya aja sampe gak bisa tidur gara-gara mikir $65,000 itu uang yang terlampau banyak buat mendaki gunung, gear-gear mahal yang gak tau kapan bisa kebeli dan tokoh Rob yang harusnya bisa happy ending tapi berakhir di Everest sebagai tempat peristirahatan terakhirnya.

Sekian.

No comments:

Post a Comment

Write a comment