Tuesday, November 18, 2014

Every Name Has Their Own Story

Source pict from: http://bit.ly/1xyRwCK


Namanya Febi.

Saya cuma tahu kita pernah satu sekolah saat menginjak SMA selama kurang lebih satu tahun. But sadly to tell you if he was the late one.

Sekalipun kepergian dia pada tahun 2010, tidak akan pernah ada yang lupa akan sosoknya. Hingga hari ini.

Semua orang begitu sepakat bahwa dia begitu baik hati, dan begitu menyenangkan. Mungkin siapapun yang pernah kenal dengan dia akan merasa begitu beruntung pernah mengenalnya.

Febi merupakan sesosok teman ideal yang dicari banyak orang, baik dan rendah hati. Tidak pernah merasa gengsi untuk menyapa siapapun.

Dia divonis mengidap kanker tulang, setelah sebelumnya terkena cedera sehabis bermain futsal. 4 bulan menjalani perawatan intensif di sebuah rumah sakit, tapi mungkin yang Maha Kuasa berkehendak lain. Saya setuju, Tuhan begitu rindu akan dia - atau mungkin, dia sudah cukup melakukan begitu banyak kebaikan pada semua orang dan Tuhan begitu sayang padanya apabila dia 'tercemar' oleh fana-nya kehidupan yang cuma sebentar ini.

Febi pergi pada hari Jum'at tertanggal 24 Desember 2010 pukul 01:00 dini hari dan dimakamkan pukul 10:00 pagi. Begitu banyak yang melayat, menandakan begitu banyak yang begitu kehilangan akan sosoknya.

Hari Jum'at merupakan hari yang paling baik dalam Islam.

Tidak banyak yang bisa saya gambarkan, karena sejujurnya saya tidak mengenal betul siapa sesosok Febi.

Karena yang bisa saya gambarkan disini, adalah salah seorang temannya yang merasa begitu kehilangan. Dan dari dialah, sedikitnya saya bisa menggambarkan bagaimana sesosok Febi yang begitu istimewa.

Salah seorang teman -yang tidak bisa saya sebutkan namanya-, dia begitu dekat dengan Febi. Hingga pada suatu hari kami menyempatkan bertemu pada satu tempat makan fast food di Bandung kemudian bercengkrama. Awalnya ngalor-ngidul, sampai entah bagaimana caranya bisa menepi disana, dan dia mulai bercerita. Membawa kenangannya ke empat tahun belakang. Begitu jauh memutar waktu, dan kemudian dia ada disana,

Tahun 2010

Dan saya mendengarkannya dengan seksama...

Kedekatannya dengan Febi dimulai pada masa awal masuk ke jenjang sma dan mereka satu kelas dan begitu berteman akrab.

Teman saya banyak sekali menghabiskan waktunya dengan Febi. Atau mungkin, Febi merupakan satu-satunya yang begitu mengenal dia. Bolos bareng, jalan bareng, saling cerita masalah pribadi, semuanya. Yang mungkin bahkan teman kita justru lebih tahu dibandingkan kita sendiri. Dan tidak terhitung sudah berapa kali dia teman saya, berkunjung ke rumah Febi. Dia bilang bahwa rumah Febi layaknya rumah kedua bagi dia. Dan selayaknya dianggap sebagai anak oleh orang tuanya.

Bagian paling lucu dalam cerita teman saya adalah bagaimana dia dan Febi yang begitu kekanak-kanakan dan oh-dude-seriously-why adalah ketika mereka berdua saling naksir salah seorang cewek dan Febi memberikan sebuah challenge untuk teman saya kalau dia bisa membuat cewek -korban- yang bersangkutan naksir balik teman saya, sebagai hadiahnya Febi akan memenuhi permintaan teman saya.

( Untuk teman-teman cewek dari teman saya yang telah menjadi korban kepalsuan dia, mohon untuk dimaafkan kesalahannya yang lalu ya :nohope: )

Menurutnya, Febi bukan hanya teman yang berbagi di kala suka, tapi juga duka. Dari sekian banyak stok teman-teman Febi yang begitu sosialis, teman saya tidak pernah menjadi seseorang yang selalu di nomor dua kan. Dari ceritanya, Febi bukan sesosok pribadi yang ketika mendapat yang baru, yang lama dia tinggalkan. Tapi ketika mendapat yang baru, yang lama dia ajak untuk bersama-sama menikmati yang baru.

"He's just resting too soon."
ujarnya.

Karena kita tidak pernah tahu kapan seseorang akan pergi, kan?
"I know it."
"But we don't need to grieving too hard as he already rest in peace somewhere out there. And you have to be peaced with your life now."
ujar saya.

Kemudian dia menitikkan air matanya, larut dalam keharuannya. Mungkin begitu rindu akan sosok Febi - sosok seorang teman yang begitu tulus yang pernah mengisi hidupnya dengan sempurna.

Kita terdiam cukup lama. Hingga akhirnya secara tiba-tiba saya berbicara,
"Dan sampai saat ini pasti masih ada satu space kosong, satu bongkahan di hati kamu. Dan itu cuma bisa diisi sama dia seorang: your late best friend."
Mungkin seperti sebuah bongkahan, bongkahan hati. Dan ketika ditinggalkan oleh seseorang tersebut, itu tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun. Dan kosong yang dibiarkan lama tak terisi itu bisa begitu terasa menyakitkan.

Saya tidak tahu dengan Febi. Yang saya tahu bahwa orang-orang memanggilnya dengan sebutan Ebot. Tapi dari seluruh cerita teman saya yang mungkin satu sisi, dari banyaknya orang yang pernah menyebutkan nama dan ceritanya, sedikitnya saya berani menyimpulkan jika saya mengenalnya dengan baik 4 tahun lalu, mungkin saya juga akan begitu menyayanginya hingga hari ini dia pergi.

Febi merupakan seseorang yang memang ditakdirkan untuk dicintai begitu banyak orang. Karena hingga hari itu ketika saya bercengkrama dengan teman saya pun, masih ada orang yang begitu larut dalam kehilangan ketika mengenangnya.

Mungkin kita terheran-heran, ini sudah menginjak tahun ke-4 sejak hari itu, tapi kok kenapa masih ada orang yang belum completely move on dari satu momen mengharukan di hidupnya?

Karena mungkin, yang tidak mengerti belum tahu bagaimana rasanya kehilangan untuk selama-lamanya...

- In memorial, Febi Muhamad Al Kautsar (24 Desember 2010 - 18 November 2014) 36 days until his 4 years' leaving -

No comments:

Post a Comment

Write a comment